Kesalahan dalam pengelolaan proyek di desa dapat mengakibatkan ketidakefisienan penggunaan dana, atau penuruan produktivitas, atau pencapaian kualitas fisik yang kurang baik. Rata-rata kesalahan jenis ini disebabkan kekurangtelitian seorang perencana atau pengelola. Sehingga pelaksanaan kurang disiplin dan teratur. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi dalam pengelolaan pryek di desa, adalah sebagai berikut:
Tidak punya jadwal:
Tidak punya jadwal berarti tidak tahu apa yang seharusnya terjadi pada setiap hari. Barangkali kegiatan proyek akan dilakukan dalam urutan yang salah. Tentu saja tidak dapat mengatur pengadaan bahan dan pengaturan tenaga kerja kecuali desa memiliki jadwal yang dipegang sebagai pedoman pekerjaan. Jadwal tersebut harus cukup spesifik dan mendetail. Jadwal diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan.
Tenaga kerja tidak proporsional:
Sering terjadi kekurangan tenaga kerja atau kebanjiran tenaga kerja di lapangan. Suatu pekerjaan memerlukan sejumlah tenaga, dan jika jumlah tenaga tidak sesuai dengan jumlah itu, terdapat kehilangan efisiensi.
Pengendalian bahan-bahan kurang:
Pengendalian barang termasuk penerimaan di lapangan dan penggunaan seorang checker untuk mencatat ukuran dan menguji kualitas (spesifikasi – sebaiknya ada contoh untuk membandingkannya). Delivery order harus dicatat dan disimpan dengan baik. Termasuk juga penggunaan buku material sebagai alat kontrol tentang pembelian dan penggunaaan bahan, termasuk pembayarannya. Pengiriman material tidak ke sembarangan tempat, tetapi diatur tempat dan waktu agar tidak mengganggu pelaksanaan.
Orang lapangan tidak pegang gambar:
Bagaimana orang dapat membangun sesuatu jika gambar desain disembunyikan? Perubahan-perubahan juga harus dicatat di gambar. Hal ini sangat mendasar. Jika supervisor datang ke lapangan, dia akan langsung minta melihat gambar yang dipegang oleh tim desa di lapangan.
Tim Pengelola Kegiatan (TPK) tidak bertanggungjawab kepada masyarakat:
TPK berfungsi seperti karyawan masyarakat, yang dipercaya untuk melaksanakan suatu tugas. Sewaktu-waktu harus melaporkan kepada masyarakat agar semua tahu status dan permasalahan. Prinsip ini dapat dilihat dalam acara rapat desa atau kunjungan ke lapangan, dimana tim tidak mau menerima pertanyaan dari siapa pun, karena dianggap hal itu urusan manajemen. Pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, tetapi paling sedikit dibuat laporan yang dipaparkan pada papan informasi dan terjadi musyawarah pertanggungjawaban di desa.
Tim desa tidak bekerja sesuai dengan tugasnya:
Dalam tim harus ada pembagian tugas. Jangan sampai pembukuan dikerjakan oleh ketua, atau ketua terlalu terlibat dalam masalah harian yang harus diselesaikan oleh tim kerja dan kader teknis atau mandor. Masing-masing punya tugas.
Hasil yang jelek tidak ditolak:
Dengan mudah dapat dimengerti mengapa pengawas di lapangan penuh pengertian dan siap menerima hasil pekerjaan yang kurang baik. “Kasihan, mereka masih belajar.” “Kasihan, mereka capai.” Tetapi kami lebih setuju kalau disebut, “Kasihan, mereka mendapat prasarana yang jelek.” Kualitas yang baik hanya dapat dicapai apabila pengawas cukup tegas. Apabila pernah menerima hasil pekerjaan yang jelek, besoknya kualitas jelek itu menjadi patokan, atau tolok ukur. Penerimaan kualitas yang jelek tidak membantu siapa-siapa.
Terdapat pekerjaan yang tidak diawasi:
Karena tidak diawasi, berarti produktivitas tidak setinggi yang diharapkan, atau kualitas tidak sebagus yang diharapkan, atau dimensi tidak sesuai rencana. Hal ini termasuk campuran beton dan plasteran, yang sering tidak sesuai rasio yang dibutuhkan. Pekerjaan yang tidak diawasi terkait pula dengan pengaturan tenaga kerja dan pembuatan jadwal sebagai pegangan semua.
Pengeluaran tidak segera dibukukan sehingga saldo tidak cocok:
Jika pengeluaran tidak segera dibukukan, akan terjadi masalah ketidakcocokan antara kas dan pembukuan. Jika saldo kas terhitung misalnya Rp 100.000, wajar jika kita minta melihat uangnya. Seringkali bendahara akan ingat pengeluaran lain-lain yang belum dicatat, untuk menutup kekurangannya. Tetapi jika demikian, apakah yang sudah dicatat juga merupakan karangan bendahara atau bukan?.
Penggunaan alat berat tidak rasional:
Sering terjadi penggunaan alat berat (termasuk mesin gilas) yang tidak wajar. Ongkos jauh berbeda dengan ongkos di desa tertangga, atau penggunaan jauh berbeda (ada yang 8 hari, ada yang 40 hari). Mobilisasi tidak optimal. Atau alat berat digunakan di tempat yang seharusnya dapat dikerjakan oleh masyarakat dengan baik.
Perjanjian dengan suplier hanya formalitas:
Perjanjian seharusnya ada jadwal pengiriman, spesifikasi, dan volume. Harus jelas sanksi jika tidak dipenuhi. Desa juga bebas mencari suplier lain jika jasanya kurang memuaskan. Jangan sampai desa terasa terikat, suplier tidak atau lebih diuntugkan.
Patok tidak dimanfaatkan:
Patok dipasang untuk membantu orang membangun suatu prasarana sesuai dengan rencana. Dimensi tidak berubah, rute tidak berpindah-pindah. Apalagi untuk bangunan seperti fondasi jembatan dan sebagainya, dimana toleransi perubahan dimensi harus sangat kecil. Sering terjadi patok tidak dipasang atau kurang dipelihara, sehingga tidak dapat digunakan, dengan akibat pelaksanaan kurang dapat dikendalikan.
Sastra Djingga © 2017.03.02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar