Senin, 13 Maret 2017

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

101425914_tgms1.jpg
Pembangunan Jalan Desa
Istilah pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Biasanya pemberdayaan masyarakat dilakukan di desa-desa, terutama di desa-desa yang masih tertinggal. Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi di masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah mengakibatkan mereka tidak mampu dan tidak tahu. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat menikmati pendidikan yang memadai. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan produktivitas mereka rendah.

Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian, kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan sebagainya, sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu dirubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contoh: kebisaan membuang kotoran di sembarang tempat, anak-anak harus membantu orang tua, perempuan tidak pernah dilibatkan dalam pembangunan,  ibu hamil tidak pernah diperiksa dan sebagainya. Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan sebagainya. Lembaga-lembaga adat yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja.

Hal ini terjadi karena masyarakat tidak menguasai teknologi yang dapat membantu dan meringankan beban pekerjaan mereka. Mereka terpaksa menggunakan teknologi konvensional yang sudah mereka pelajari  secara turun-temurun dengan hasil yang minimal. Sekilas akan terlihat, bahwa mereka sudah puas dengan hasil mereka, tetapi pada kenyataannya mereka masih dapat melakukan hal-hal yang lebih baik. Maka perlu dilakukan pengembangan potensi atau kemampuan dan sikap hidup masyarakat yang meliputi pengembangan kemampuan untuk bertani, berternak, wirausaha, atau ketrampilan-ketrampilan lain yang bersifat meningkatkan produktifitas masyarakat. 

Bagaimana caranya mengembangkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat?. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti: penyelenggarakan pelatihan atau menyertakan masyarakat pada pelatihan-pelatihan pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Dapat juga dengan mengajak masyarakat mengunjungi kegiatan ditempat lain dengan maksud supaya masyarakat dapat melihat sekaligus belajar, kegiatan ini sering disebut dengan istilah studi banding. Dapat juga dengan menyediakan buku-buku bacaan yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan atau peminatan masyarakat. Masih banyak bentuk lainnya yang bisa diupayakan. 

Sikap hidup yang perlu diubah tentunya sikap hidup yang merugikan atau menghambat peningkatan kesejahteraan hidup. Merubah sikap bukan pekerjaan mudah. Mengapa, karena masyarakat sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun sudah melakukan hal itu. Untuk itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan sikap. Caranya adalah dengan memberikan penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan selama ini telah merugikan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak informasi dengan menggunakan berbagai media, seperti buku-buku bacaan, mengajak untuk melihat tempat lain, menyetel film penerangan, dan sebagainya. 

Pada pengorganisasian masyarakat, kuncinya adalah menempatkan masyarakat sebagai pelakunya. Untuk itu masyarakat perlu diajak mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan dan pelestarian. Pelibatan masyarakat sejak awal kegiatan memungkinkan masyarakat memiliki kesempatan belajar lebih banyak. Pada awal-awal kegiatan mungkin memerlukan pendamping sebagai pendamping yang akan memberikan informasi atau penjelasan bahkan memberikan contoh secara langsung. Pada tahap ini masyarakat lebih banyak belajar, namun pada tahap-tahap berikutnya pendamping harus mulai memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencoba melakukan sendiri hingga mampu. Jika hal ini terjadi, maka dikemudian hari pada saat pendamping meninggalkan masyarakat tersebut, mereka sudah mampu untuk melakukannya sendiri atau mandiri.

Sastra Djingga © 2017.03.13 

Minggu, 12 Maret 2017

3 Pepatah Leluhur

Dalam kehidupan selalu ada pepatah dari para orang tua atau leluhur kita secara turun temurun. Mereka senantiasa memberikan pepatah yang saling berhubungan satu dengan lainnya kepada turunannya agar dapat hidup sejahtera. Hidup di dunia maupun di akhirat. Tidak ada orang tua atau leluhur yang akan menjerumuskan kepada turunannya. Dikutip dari Majalah Mangle tentang pepatah dahulu untuk sekarang, ada tiga pepatah yang perlu diperhatikan oleh kita yang hidup di jaman sekarang, sehingga kita dapat melakukan reflesi dan instrospeksi pada diri kita sendiri, yaitu:

Pertama, Hubungan Antar Sesama Makhluk
  • Jika ngin mengambil sesuatu yang bukan miliknya harus seijin yang punya, artinya: tidak boleh mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya;
  • Memiliki integritas dan etika, artinya: saling menghormati dan menghargai;
  • Memiliki komitmen, konsekuen dan konsisten, artinya: memiliki pendirian yang kuat, solidaritas atau rasa persaudaraan, dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang buruk;
  • Berbicara harus dukur, berkata harus dijaga, artinya: dalam bicara dan berucap harus jelas dan tidak asal bicara, harus menjaga perasaan orang lain yang mendengarkannya;
  • Menjaga tingkah laku atau perbuatan, artinya: antara pemanpilan dengan tingkah laku harus seimbang;
  • Saling menyayangi dan mengasihi, artinya: saling memberikan nasehat, saling menjaga dan saling melindungi;
  • Menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan, artinya: walaupun kita telah berpisah tetap menjaga persaudaraan;
  • Tidak melakukan finah, artinya: tidak menuduh orang lain tanpa dasar yang kuat, meyebarkan kabar berita yang tidak benar;
  • Memiliki rasa kebersamaan, artinya: segala sesuatu dapat dimusyawarahkan dan dapat dikerjakan bersama, membangun kemitraan yang kuat dan kompak; 
  • Penuh dengan pertimbangan, artinya: segala sesuatu harus diperhitungkan secara logika, tidak melakukan spekulasi;
  • Memiliki maksud dan tujuan, artinya: memiliki visi dan misi, jelas sebelum melangkah tidak ada keraguan;
  • Memiliki rencana yang jelas, artinya: harus tahu apa yang akan dikerjakan saat ini, dan yang akan datang dengan berkaca kepada masa lalu;
  • Bertanggungjawab, artinya: segala sesuatu harus dikerjakan dengan baik dan benar, tidak menuimpang dari aturan;
  • Tidak ambisius, artinya: tidak serakah dan tidak rebutan kekuasaan atau sebuah jabatan;
  • Obyektif, artinya: segala sesuatu harus dikerjakan tanpa memihak dan tidak egois atau ingin menang sendiri, tidak memanfaatkan kesempatan yang menyusahkan atau mengorbankan orang lain;
  • Pantang mundur, artinya: tidak kalah sebelum bertanding, harus berani dalam mengambil keputusan;
  • Supel, artinya: pergi kemana pun atau bertemu dengan siapa pun dapat menyesuaikan diri, saling menghargai kebiasaan orang lain;
  • Kreatif & Inovatif, artinya: mau berpikir dengan jernih, selalu belajar dan menemukan jalan keluar yang baik;
  • Semangat, artinya: tidak mudah putus asa, memiliki kemauan keras untuk mencapai tujuan yang baik;
  • Belajar dari pengalaman, artinya: mencari sesuatu atau belajar dari pengalaman yang lalu dan orang lain;
  • Tegas, artinya: yang baik harus dinyatakan baik dan yang salah harus dinyatakan salah, tidak ada keraguan;

Kedua, Hubungan Dengan Yang Maha Kuasa
  • Yakin bahwa hidup didunia yang fana ini akan kembali ke asal, artinya: harus selalu ingat akan kematian dan hidup kekal di akhirat;
  • Yakin bahwa semua kejadian telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa yang menjaga alam raya, artinya: manusia tidak dapat melawan dan menentang atau kuasa-Nya;
  • Menanam padi pasti akan panen padi, artinya: menanam kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, menanam keburukan akan dibalas dengan keburukan;
  • Burung terbang dengan sayapnya, manusia hidup dengan akalnya, artinya: Segala kegiatan dan langkah harus menggunakan akal dan pikiran yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa;
  • Mengaji kepada diri sendiri, artinya: harus selalu berpikir positif, tidak selalu menyalahkan orang laian, sebelum orang lain merasakan sesuatu rasakan dahulu oleh diri kita sendiri;
  • Jangan hidup seperti sebuah lilin, artinya: jangan sampai terbakar oleh perkataan sendiri, dapat memberikan penerangan kepada orang lain, tetapi dirinya sendiri berada dalam kegelapan.

Ketiga, Hubungan dengan Alam
Memelihara alam, artinya: peduli terhadap lingkungan hidup, melestarikan hutan, tidak melakukan pencemaran lingkungan di darat maupun di laut, tidak merusak hutan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan lingkungan.

Sastra Djingga © 2017.03.12 – Sumber: Majalah Mangle

Kamis, 02 Maret 2017

Lava Tour Yogyakarta - Sunrise Diatas Gunung Merapi



Bagi Anda yang ingin berwisata ke Yogyakarta, jangan lewatkan untuk pergi ke Kaliurang, disana ada jasa persewaan Jeep Lava Tour yang akan membawa Anda sekeluarga atau teman-teman menelusuri jejak bekas bencana letusan Gunung Merapi. Harga sewa per kendaraan tergantung permintaan Anda. Harga sewa per kendaraan jika Anda ingin mengejar matahari terbit kurang lebih Rp. 450.000,00, namun jika anda menyewa pada pagi atau siang hari harga sewa kurang lebih Rp. 350.000,00. Untuk jenis kendaraan banyak pilihan yang jelas semuanya adalah jenis jeep lawas, mulai dari merk Jeep, Land Rover, CJ7, Suzuki Jimny, Daihatsu Taft dan lainnya. Kapasitas setiap kendaraan tersebut rata-rata 4 - 5 orang. Wisata ke Yogyakarta jika belum ke Kaliurang lebih baik Anda kembali lagi di kemudian hari.

Sastra Djingga © 2017.03.02 

Kemandirian Teknis Desa & Kecamatan

Desa yang mandiri dalam bidang teknis adalah desa yang mampu melaksanakan tugasnya fasilitator teknis dengan hanya sedikit bantuan dan pengawasan dari seorang fasilitator teknis. Desa lain perlu lebih banyak bantuan, karena pelaku yang ada di desa dan kecamatan belum mampu menjalankan hal-hal teknis yang diperlukan. Desa dapat masuk dalam satu dari tiga kategori menurut kebutuhan bantuan teknis, sebagai berikut :

Desa Mandiri dalam bidang teknis tidak perlu dibantu Fasilitator Teknis kecuali untuk spot checking dan sebagai nara sumber. Spot checking dapat dilakukan oleh Fasilitator Kabupaten atau Fasilitator Teknis lain atau pun oleh fasilitator nonteknis. Pelatihan untuk desa ini melalui buku referensi dan On-the-Job Training.

Desa Transisi dalam bidang teknis masih perlu bantuan dari Fasilitator Teknis, akan tetapi tidak intensif. Perlu dikunjungi dengan jadwal rutin dan perlu membuat desain secara asistensi. Pelatihan rata-rata merupakan In-Service Training ditambah On-the-Job Training pada saat kunjungan.

Desa Pemula dalam bidang teknis tidak boleh lepas dari bantuan Fasilitator Teknis yang akan sering datang untuk mengawasi pekerjaan tim desa, kemudian melakukan pelatihan formal kepada mereka.

Kemampuan dalam bidang teknis hanya merupakan salah satu aspek dari kemandirian sesuatu tempat. Terdapat banyak faktor lain yang perlu diukur dan dipertimbangkan untuk menyebutkan bahwa suatu kecamatan sudah mandiri betul, termasuk kemandirian dalam hal pendanaan serta kemampuan dalam pemberdayaan masyarakat umum. Metode ini hanya terbatas pada aspek kemampuan teknis.

Bagaimana kita mengetahui apakah desa sudah cukup mampu dan tidak perlu didampingi fasilitator teknis tetap? Telah dipilih lima faktor yang digunakan sebagai indikator kemandirian teknis, yaitu :
  1. Kelembagaan teknis di desa : terdapat lembaga di desa yang berpengalaman dan posisi kunci dalam manajemen terisi dengan orang yang terlatih dan berpengalaman.
  2. Kemampuan desa untuk melakukan proses teknis: kualitas prasraana akan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi masyarakat apabila proses teknis berjalan lancar.
  3. Keterampilan teknis orang yang dipercaya sebagai tenaga teknis di desa : terdapat minimal satu orang di desa atau orang luar yang pasti dapat membantu desa untuk menjalankan berbagai fungsi teknis dasar bagi desa.
  4. Manajemen teknis oleh desa secara lengkap dan betul: manajemen konstruksi yang baik sangat membantu kelancaran pembangunan fisik.
  5. Hasil kegiatan pembangunan prasarana yang pernah dilakukan: hasil fisik merupakan bukti bahwa desa mampu, didukung pemeliharaan dan proses evaluasi.
  6. Pertanyaan kunci adalah, “Apakah desa dapat berfungsi baik tanpa pendamping teknis dari luar?”
Untuk tiap indikator, telah ditetapkan yang dapat membantu dan mengukur kemajuan terhadap kemandirian. Kemandirian dihitung per tiap desa, kemudian kemandirian teknis dihitung berdasarkan tingkat kemandirian desa yang ada di kecamatan. Karena desa dan kecamatan mempunyai tingkat kemandirian yang berbeda, implikasinya mereka perlu penanganan yang berbeda oleh para fasilitatornya.

Sastra Djingga © 2017.03.02

Prinsip-Prinsip Pembangunan Presarana Desa

Berapa prinsip yang perlu dipegang dalam pelaksanaan pembangunan prasarana di desa. Hal ini bukan hasil pemikiran teoretis, melainkan dipelajari dari lapangan, termasuk langkah-langkah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan, adalah sebagai berikut:
  1. Metode perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan untuk menumbuhkan rasa memiliki oleh masyarakat, memberdayakan masyarakat, dan mengefektifkan lembaga desa
  2. Untuk menciptakan rasa keadilan yang demokratis, penentuan penerima bantuan dilakukan melalui kompetisi yang transparan terhadap usulan dari masyarakat.
  3. Usulan didasarkan pada kebutuhan jangka panjang yang diputuskan secara musyawarah, dengan mengutamakan manfaat bagi kelompok miskin.
  4. Kegiatan tidak merusak lingkungan.
  5. Pembangunan prasarana mengutamakan teknologi sederhana.
  6. Sejauh mungkin kegiatan memanfaatkan potensi lokal, baik alam maupun manusia.
  7. Segala informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan perlu diumumkan dan disampaikan kepada masyarakat seluas-luasnya.
  8. Tenaga kerja yang ikut partisipasi dibayar insentif secara langsung.
  9. Bantuan akan lebif efektif apabila langsung diterima oleh masyarakat.
  10. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, kualitas teknis dan administrasi harus terjamin.
  11. Sistem perencanaan dan pelaksanaan dibuat sederhana dan fleksibel, agar kegiatan mudah dimengerti, dapat dikelola masyarakat sendiri, dan mudah direvisi.
  12. Pemeliharaan menjadi tanggung jawab masyarakat, dengan pelatihan dan pembinaan secara kontinyu.
  13. Konsultan dibutuhkan sebagai bantuan teknis dan manajemen, dengan mengalihkan teknologi dan keterampilan kepada masyarakat.
  14. Pemerintah berfungsi sebagai pemberi informasi dan fasilitator.
  15. Upaya belajar dari pengalaman secara sistematis diperlukan untuk perbaikan program.

Sastra Djingga © 2017.03.02

Kesalahan Pengelolaan Proyek Desa

Kesalahan dalam pengelolaan proyek di desa dapat mengakibatkan ketidakefisienan penggunaan dana, atau penuruan produktivitas, atau pencapaian kualitas fisik yang kurang baik. Rata-rata kesalahan jenis ini disebabkan kekurangtelitian seorang perencana atau pengelola. Sehingga pelaksanaan kurang disiplin dan teratur. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi dalam pengelolaan pryek di desa, adalah sebagai berikut:

Tidak punya jadwal:
Tidak punya jadwal berarti tidak tahu apa yang seharusnya terjadi pada setiap hari. Barangkali kegiatan proyek akan dilakukan dalam urutan yang salah. Tentu saja tidak dapat mengatur pengadaan bahan dan pengaturan tenaga kerja kecuali desa memiliki jadwal yang dipegang sebagai pedoman pekerjaan. Jadwal tersebut harus cukup spesifik dan mendetail. Jadwal diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan.

Tenaga kerja tidak proporsional:
Sering terjadi kekurangan tenaga kerja atau kebanjiran tenaga kerja di lapangan. Suatu pekerjaan memerlukan sejumlah tenaga, dan jika jumlah tenaga tidak sesuai dengan jumlah itu, terdapat kehilangan efisiensi.

Pengendalian bahan-bahan kurang:
Pengendalian barang termasuk penerimaan di lapangan dan penggunaan seorang checker untuk mencatat ukuran dan menguji kualitas (spesifikasi – sebaiknya ada contoh untuk membandingkannya). Delivery order harus dicatat dan disimpan dengan baik. Termasuk juga penggunaan buku material sebagai alat kontrol tentang pembelian dan penggunaaan bahan, termasuk pembayarannya. Pengiriman material tidak ke sembarangan tempat, tetapi diatur tempat dan waktu agar tidak mengganggu pelaksanaan.

Orang lapangan tidak pegang gambar:
Bagaimana orang dapat membangun sesuatu jika gambar desain disembunyikan? Perubahan-perubahan juga harus dicatat di gambar. Hal ini sangat mendasar. Jika supervisor datang ke lapangan, dia akan langsung minta melihat gambar yang dipegang oleh tim desa di lapangan.

Tim Pengelola Kegiatan (TPK) tidak bertanggungjawab kepada masyarakat:
TPK berfungsi seperti karyawan masyarakat, yang dipercaya untuk melaksanakan suatu tugas. Sewaktu-waktu harus melaporkan kepada masyarakat agar semua tahu status dan permasalahan. Prinsip ini dapat dilihat dalam acara rapat desa atau kunjungan ke lapangan, dimana tim tidak mau menerima pertanyaan dari siapa pun, karena dianggap hal itu urusan manajemen. Pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, tetapi paling sedikit dibuat laporan yang dipaparkan pada papan informasi dan terjadi musyawarah pertanggungjawaban di desa.

Tim desa tidak bekerja sesuai dengan tugasnya:
Dalam tim harus ada pembagian tugas. Jangan sampai pembukuan dikerjakan oleh ketua, atau ketua terlalu terlibat dalam masalah harian yang harus diselesaikan oleh tim kerja dan kader teknis atau mandor. Masing-masing punya tugas.

Hasil yang jelek tidak ditolak:
Dengan mudah dapat dimengerti mengapa pengawas di lapangan penuh pengertian dan siap menerima hasil pekerjaan yang kurang baik. “Kasihan, mereka masih belajar.” “Kasihan, mereka capai.” Tetapi kami lebih setuju kalau disebut, “Kasihan, mereka mendapat prasarana yang jelek.” Kualitas yang baik hanya dapat dicapai apabila pengawas cukup tegas. Apabila pernah menerima hasil pekerjaan yang jelek, besoknya kualitas jelek itu menjadi patokan, atau tolok ukur. Penerimaan kualitas yang jelek tidak membantu siapa-siapa.

Terdapat pekerjaan yang tidak diawasi:
Karena tidak diawasi, berarti produktivitas tidak setinggi yang diharapkan, atau kualitas tidak sebagus yang diharapkan, atau dimensi tidak sesuai rencana. Hal ini termasuk campuran beton dan plasteran, yang sering tidak sesuai rasio yang dibutuhkan. Pekerjaan yang tidak diawasi terkait pula dengan pengaturan tenaga kerja dan pembuatan jadwal sebagai pegangan semua.

Pengeluaran tidak segera dibukukan sehingga saldo tidak cocok:
Jika pengeluaran tidak segera dibukukan, akan terjadi masalah ketidakcocokan antara kas dan pembukuan. Jika saldo kas terhitung misalnya Rp 100.000, wajar jika kita minta melihat uangnya. Seringkali bendahara akan ingat pengeluaran lain-lain yang belum dicatat, untuk menutup kekurangannya. Tetapi jika demikian, apakah yang sudah dicatat juga merupakan karangan bendahara atau bukan?.

Penggunaan alat berat tidak rasional:
Sering terjadi penggunaan alat berat (termasuk mesin gilas) yang tidak wajar. Ongkos jauh berbeda dengan ongkos di desa tertangga, atau penggunaan jauh berbeda (ada yang 8 hari, ada yang 40 hari). Mobilisasi tidak optimal. Atau alat berat digunakan di tempat yang seharusnya dapat dikerjakan oleh masyarakat dengan baik.

Perjanjian dengan suplier hanya formalitas:
Perjanjian seharusnya ada jadwal pengiriman, spesifikasi, dan volume. Harus jelas sanksi jika tidak dipenuhi. Desa juga bebas mencari suplier lain jika jasanya kurang memuaskan. Jangan sampai desa terasa terikat, suplier tidak atau lebih diuntugkan.

Patok tidak dimanfaatkan:
Patok dipasang untuk membantu orang membangun suatu prasarana sesuai dengan rencana. Dimensi tidak berubah, rute tidak berpindah-pindah. Apalagi untuk bangunan seperti fondasi jembatan dan sebagainya, dimana toleransi perubahan dimensi harus sangat kecil. Sering terjadi patok tidak dipasang atau kurang dipelihara, sehingga tidak dapat digunakan, dengan akibat pelaksanaan kurang dapat dikendalikan.

Sastra Djingga © 2017.03.02

Kesalahan Dalam Pelaksanan Konstruksi di Desa

Kesalahan fatal dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan fisik di desa mengakibatkan mendapat hasil yang kurang optimal. Ada lima hal yang dijelaskan di bawah ini adalah masalah yang sangat umum, yang boleh dikatakan merupakan asumsi dasar seorang perencana, pelaksana, maupun pengelola proyek di desa. Kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan fisik di desa sangat mungkin terjadi. Untuk setiap kesalahan akan memberi dampak negatif terhadap kualitas maupun kuantitas dari suatu proyek tersebut termasuk fungsi dari bangunan, jika tidak memperhatikan beberapa hal tersebut dibawah ini:

Direncanakan akan berprestasi baik dengan melebihi target yang di rencanakan: 
Sering terjadi perencana proyek dengan sengaja membuat target yang agak rendah, supaya mudah dilampaui. Hal ini dibuat dengan cara menetapkan harga satuan yang terlalu tinggi, atau produktivitas yang sangat rendah, atau pun menggunakan faktor loss yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Walau penetapan harga boleh mengantisipasi harga yang akan datang, sehingga mencantumkan sisa sedikit (kontingensi), tidak wajar kalau direncanakan jauh di atas aktual. Hal itu berarti desa lain tidak kebagian dana yang seharusnya diberikan, karena ada desa yang menerima terlalu banyak. Apabila realisasi jauh lebih tinggi daripada rencana, ada dua kemungkinan. Kemungkinan yang dapat dipuji adalah pencapaian kontribusi swadaya yang sangat besar atau produktivitas yang sangat tinggi. Kemungkinan kedua, perencana kurang terampil dalam penghitungan target. Peningkatan harga jauh di atas harga pasaran juga membuka peluang untuk menyalahgunakan dana pembangunan.

Pemerataan menjadi faktor utama dalam penentuan kegiatan proyek: 
Pemerataan dulu menjadi salah satu dasar pemikiran Order Baru, sehingga sampai saat ini banyak orang masih menganggap pemerataan merupakan tujuan program. Akan tetapi, pemerataan ada negatifnya. Jika terjadi suatu pemerataan, itu berarti dana digunakan dengan alokasi yang kurang dari optimal. Penggunaan yang optimal akan menghasilkan manfaat yang paling besar, maka jika alokasi diubah demi “pemerataan” terjadi pembagian yang akan menghasilkan sejumlah manfaat yang kurang besar.

Pelaku tidak menerima revisi: 
Dalam suatu proyek pemerintah, kinerja pemimpin proyek sering diukur dengan tolok ukur pencapaian target fisik. Apabila hasil tidak identik dengan rencana, pemimpin proyek dinilai kurang baik. Di dunia lain, telah disadari bahwa karena berbagai alasan rencana sering harus diubah atau disesuaikan dengan keadaan atau peristiwa yang terjadi. Setiap revisi harus berdasarkan alasan yang kuat, tetapi jangan sampai revisi yang diperlukan akhirnya ditolak demi kesucian rencana asli. Apa lagi dengan perencanaan yang dibuat begitu kilat.

Hukum teknis dikompromikan: 
Lain hal jika membicarakan hukum teknis, karena hukum tersebut tidak dapat direvisi begitu saja. Kekuatan beton, misalnya, merupakan faktor terpenting dalam desain jembatan beton. Tidak boleh plat ditipiskan, atau rasio campuran diperlunak, atau tulangan besi diperjarang dalam pelaksanaan. Hal itu akan mengakibatkan mala petaka. Seringkali orang awam akan minta hukum teknis dikompromikan untuk mengatasi masalah kekurangan anggaran proyek. Anggaran proyek mungkin kurang karena terkena kenaikan harga, atau terkena bencana alam sehingga ada pekerjaan yang harus diperbaiki, atau terjadi pekerjaan ulangan karena terpaksa dibongkar bagian yang kurang baik kualitasnya. Ada hal yang dapat dikompromikan dan ada yang tidak dapat dikompromikan, dan perencana dan manajer harus mampu membedakannya.

Pelaku tidak mengantisipasi masalah dengan cermat: 
Antisipasi masalah memerlukan disiplin tinggi dan kemampuan teknis. Orang yang belum memiliki kemampuan teknis sering tidak dapat mengantisipasi masalah yang dapat timbul. Tetapi orang yang pintar pun sering tidak memikirkan masalah yang belum muncul, yang hanya berpotensi untuk muncul. Kita harus secara sengaja (dan ini perlu disiplin) berpikir tetang hal-hal tersebut. Apa saja mungkin akan terjadi di sini? Manajer siap menjawab pertanyaan ini, dan siap mencegah masalah yang dapat dicegah, siap mengecilkan dampak dari masalah yang tidak dapat dicegah.


Sastra Djingga © 2017.03.02

Survei Harga Satuan Bahan dan Alat

Hal-hal penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan survei harga bahan dan alat oleh para pelaku di desa, adalah sebagai berikut:
  1. Alamat lokasi survei;
  2. Nama responden yang memberi informasi;
  3. Catat informasi bahan/alat secara jelas dan lengkap, seperti Jenis bahan atau alat (contoh: batu agar dilengkapi dengan dengan asal atau warna seperti batu gunung/putih, batu kali/hitam) , Ukuran bahan (contoh: diameter besi ditulis besar diameternya kemudian diberi keterangan gemuk atau kurus), Kapasitas alat dan tahun pembuatan, Kualitas bahan (contoh: pipa ditulis SII atau SNI, juga nama pabrik pembuatnya);
  4. Catat kira-kira jarak dari lokasi survei material ke desa;
  5. Catat harga sesuai informasi dari penyalur atau supplier;
  6. Ingat bahwa untuk batu, pasir, sirtu yang dicari adalah material yang memakai satuan m3.
  7. Hasil survei agar dibahas dalam rapat atau musyawarah di Desa;
  8. Pelaksanaan survei selain ke toko, pemasok, juga dapat dilakukan ke pusat lokasi pengambilan material (quarry) baik pada desa yang bersangkutan maupun desa lain. Hasil survei harga satuan ini setelah dibahas dalam rapat atau musyawarah di desa, kemudian digunakan oleh Tim Pengelola Kegiatan sebagai bahan perencanaan (RAB, rencana pengadaan bahan/alat).

Contoh Format Survei Harga Satuan Bahan dan Alat


Sastra Djingga © 2017.03.02

Survei Teknis Jalan Desa

Kegiatan ini merupakan kegiatan kunci dalam perencanaan jalan, karena survey teknis dilakukan untuk menjamin pemilihan dan penentuan proyek harus memenuhi kriteria yang disyaratkan, dapat memberikan manfaat yang diharapkan, dapat dibangun dengan harga seimbang/sesuai, tidak mempunyai masalah teknis yang berat, dan tidak merusak lingkungan. Survei teknis yang dianjurkan adalah survey antar patok, karena sistem tersebut dapat dilakukan tanpa menggunakan alat yang canggih dan tanpa perhitungan yang rumit. Prinsip dasar dari survey antar patok adalah jalan dibagi menjadi segmen kecil-kecil, dan survey, perhitungan volume, dan perhitungan tenaga dicari tiap segmen yang kemudian dijumlahkan untuk ruas keseluruhan. Berikut ini adalah cara mengisi formulir Survei Antar Patok (SAP):
  • Kabupaten, kecamatan, dan desa; diisi sesuai lokasi proyek.
  • Bahan, lebar, dan tebal perkerasan; diisi sesuai bahan yang akan digunakan, lebar jalan termasuk saluran tepi, dan tebal yang disyaratkan.
  • Lebar badan jalan; termasuk bahu kiri dan kanan, tidak termasuk saluran pinggir.
  • Panjang jalan; diisi panjang keseluruhan termasuk cabang-cabang yang akan dikerjakan.
  • Dimensi saluran; ukuran lebar dan kedalaman saluran.
  • Jenis gorong-gorong; diisi jenis yang akan digunakan pada umumnya. Bila ada jenis lain di tempat tertentu, harus disebutkan pada kotaknya.
  • Nomor patok; penomoran patok dimulai dari Patok 0 dan setiap patok 50 m diberi nomor. Patok harus semipermanen agar bertahan sampai akhir proyek.
  • Jarak antar patok; biasanya 50 m, tetapi boleh kurang bila dirasa perlu, seperti di lokasi yang ada perubahan arah/ tanjakan/situasinya cukup besar.
  • Jarak komulatif; jarak dari awal proyek. Bila ada cabang dapat dimulai dari nol lagi.
  • Arah trase; perkiraan arah dari patok pertama melihat ke patok kedua. Ditulis dengan satuan derajat dari utara 0o, timur 90o, dst. Diukur dengan kompas tangan.
  • Tanjakan; persentase tanjakan pada bagian tercuram antara dua patok. Tanda ‘+’ digunakan bila jalan naik dari patok pertama, dan tanda ’-‘ bila jalan menurun.
  • Panjang tanjakan; panjangnya tanjakan yang dicatat diatas. Bila tanjakan lebih panjang dari satu kotak, kotak tersebut diberi tanda “→”.
  • Keadaan sekitar jalan; dicatat keadaan seperti hutan, sawah, lewat sungai, rawa, dll.
  • Keadaan jalan lama; lebar jalan yang sudah ada, apakah pernah diperkeras.
  • Jumlah pohon; jumlah pohon besar yang perlu ditebang untuk pembangunan.
  • Penebasan; rata-rata lebar dan panjang penebasan yang diperlukan, tidak termasuk bagian yang tidak perlu ditebas seperti jalan lama.
  • Pembersihan; rata-rata lebar dan panjang pembersihan / pengupasan yang diperlukan, termasuk saluran dan dasar timbunan.
  • Jenis galian; galian biasa, tanah keras, batu, lumpur, dsb. Bila terdapat dua atau lebih jenis gaian yang bervolume besar, perlu dicatat data masing-masing.
  • Volume galian; estimasi/perhitungan volume galian antar dua patok dengan cara rata-rata luas penampang dikalikan panjangnya.
  • Volume timbunan; perhitungan volume timbunan antar dua patok.
  • Jarak dari sumber timbunan; bila tanah timbunan harus diangkut dengan jarak lebih dari 50 m ke patok-patok. Kurang dari 50 m tidak perlu diisi.
  • Saluran; diisi jumlah saluran pinggir jalan yang diperlukan. Diisi dengan KR (kiri saja), KN (kanan saja), 2 (ki-ka), atau 0 (tidak perlu).
  • Bangunan yang ada; catatan mengenai gorong-gorong, jembatan, dan tembok yang sudah ada dan tidak perlu diganti. Dicatat jenis dan dimensi pokoknya.
  • Letak dan jenis bangunan baru; perkiraan jumlah jembatan, gorong-gorong, atau tembok yang diperlukan, dengan jarak dari patok pertama (misal “+25 m”).
  • Ukuran bangunan baru; ukuran pokok bangunan yang diperlukan diatas.
  • Jarak dari sumber_________; tempat disediakan untuk tiga bahan yang diperlukan. Dicatat bila jarak > 50 m dan diangkut oleh manusia. Bila diangkut dengan kendaraan meke jarak tidak perlu dicatat.
  • Kebutuhan gebalan rumput; dicatat jumlah ruas yang perlu dilindungi gebalan rumput.
  • Jarak dari sumber gebalan; dicatat bila > 50 m saja.Sket kondisi tanah asli untuk perencanaan jalan; untuk mencatat keadaan tanah asli dan perkiraan kebutuhan galian dan atau timbunan. Pada tiap patok disket potongan memanjang dan melintang jalan pada titik tersebut, kemudian ditandai bagian galian dan atau timbunan dengan perkiraan dimensi dan luas penampangnya.

Sastra Djingga © 2017.03.02

Standar Perencanaan Jembatan Lengkung


Contoh Format Survei Jalan Desa


 Gambar Situasi (Site Plan)

Format Survei Antar Patok

Format Survei Volume Antar Patok

Format Survei Tenaga Kerja Antar Patok

Format Perhitungan Volume Antar Patok

Rabu, 01 Maret 2017

Contoh Desain Konstruksi Jalan Desa

Potongan Melintang Konstruksi Jalan (Cross Section)

Detail Konstruksi Jalan

Potongan Melintang Konstruksi Jalan Pada Tikungan

Detail Konstruksi Gorong-Gorong (Culvert)

Potongan Melintang Konstruksi Jalan Pada Tebing

Contoh Pelaksanaan Konstruksi Jalan Desa

Pelaksanaan konstruksi jalan desa 

Pelaksanaan pemadatan perkerasan jalan desa

Perlakuan konstruksi jalan desa untuk lahan gambut

Perlakuan Jalan Di Daerah Tanjakan

Perlakuan jalan untuk daerah tanjakan dapat dilakukan dengan beberapa cara, adalah sebagai berikut :

Pengaspalan Tanjakan:
Perlakuan yang diisyaratkan yaitu dengan cara lapisan laburan aspal (Buras). Lapisan Buras berguna untuk menutup permukaan jalan agar kedap air, tidak berdebu, mencegah lepasnya butiran agregat halus dan idak licin. Persyaratan untuk perlakuan dengan pengaspalan, adalah :
  1. Tanjakan minimal adalah 12% pada jalan lurus;
  2. Tanjakan minimal 10% pada tikungan;
  3. Tanjakan tidak dapat dilandaikan dengan biaya yang seimbang;
  4. Panjang maksimal 150 m di satu tempat;
  5. Di daerah transisi sepanjang 10 m sebelum dan sesudah tanjakan.
Badan jalan dan perkerasan di bawah aspal (pondasi jalan) harus memenuhi standar kualitas yang baik, terutama masalah drainase, pemadatan, dan lebar bahu. Cara Pelaksanaan Pengaspalan dengan Lapisan Buras, adalah :
  1. Pembersihan permukaan dengan sapu dan sikat;
  2. Penyiraman aspal ( Aspal dipanaskan dalam drum, tetapi harus jangan terlalu panas);
  3. Jalan dibasahi sedikit tapi hindari terlalu basah;
  4. Aspal dosemprotkan dengan jumlah satu liter/m2;
  5. Pasir dihamparkan segera setelah proses penyemprotan sewaktu aspal masih panas;
  6. Pemadatan pasir dilakukan pada waktu aspal masih panas. Diperiksa kerataan hasil pemadatan dan diperbaiki dengan penambahan pasir dan pengulangan pemadatan;
  7. Peralatan yang digunakan adalah kereta dorong, kotak pembawa pasir, penyebar pasir, penggaruk, perata, sekop, pemadat (steamper, mesin gilas, tembiris), pemanas aspal, mistar pelurus, pengatur ketebalan lapisan, pengukur kemiringan hamparan.
Konstruksi Telasah:
Konstruksi telasah komposisi materialnya sama dengan Telford, namun pemasangan batu (ukuran 15/20 atau 20/25) untuk telasah bagian runcingnya dipasang di bawah satu persatu dan langsung di pukul dengan martil seberat 5 s/d 10 kg. Pertimbangan pemakaian konstruksi Telasah, adalah: Kemiringan jalan > 15%; Pemadatannya dilakukan secara manual, karena penggunaan alat berat bebannya terlau berat; Pengaspalan tidak dimungkinkan karena mahalnya konstruksi. Persyaratan jalan konstruksi Telasah antara lain :
  1. Tebal lapisan pasir yang dihamparkan dalam keadaan basah adalah 5 s/d 10 cm;
  2. Batu yang dipasang untuk badan jalan (pondasi jalan) ukurannya 15/20 atau 20/25;
  3. Pemasangan batu dilakukan oleh dua orang terdiri dari satu orang memasang dan satu lagi memukul lasung satu per satu;
  4. Ukuran batu tepi minimal 20/30 cm dengan pemasangan terbalik dan dilakukan pemukulan;
  5. Ukuran batu pengunci 2/3 atau 5/7 cm, dalam pemasangannya dilakukan pemukulan dengan tembiris sampai mencapai kerataan yang disyaratkan;
  6. Lapisan penutup menggunakan sirtu yang banyak mengandung lempung (clay) agar dimusim hujan tidak mudah terbawa oleh air, dan pemadatan dilakukan.
Konstruksi Jalan Beton:
Merupakan perkerasan kaku (rigid) tersusun dari bahan semen, pasir, kerikil. Konstruksi ini dipakai didaerah dengan struktur tanahnya labil, mudah pecah, lembek, dan pada turunan/tanjakan diatas singkapan batu. Kualitas campuran sama dengan standar beton yaitu 1pc : 2ps : 3kr. Persyaratan material, adalah :
  1. Pasir maupun krikil harus bebas dari bahan lain seperti tanah lempung, sampah, dan kotoran lainnya;
  2. Krikil harus keras dengan bidang pecah minimal 3 bidang;
  3. Tebal konstruksi 15 cm;
  4. FAS (faktor air semen) kecil / proses percampuan penggunaan air jangan terlalu banyak.
Pelaksanaan pada tanah labil, adalah sebagai berikut:
  1. Tanah dasar dibentuk punggug sapi;
  2. Pasir beton dihampar setebal 5 cm dan dipadatkan;
  3. Dipasang papan cetakan untuk membatasi ketebalan yang disaratkan;
  4. Adukan beton dituang ke permukaan dan dipadatkan dengan penggetar atau ditusuk-tusuk dengan kayu;
  5. Permukaan dibuat kasar dengan menggunakan sapu lidi kea rah menyamping;.
  6. Setiap 1 m memanjang dibuat dengan lebar 1 cm dan dalam 2 cm;
  7. Setiap 2 m panjang diberi delatasi/pemisah selebar 1 cm;
  8. Pemakaian setelah umur beton minimal 21 hari dihitung dari akhir pengecoran.
  9. Pelaksanaan Pada Singkapan Batu:
  10. Badan jalan dibentuk seperti punggung sapi dengan alat blencong/gancu/pahat;
  11. Bila terdapat bagian yang susah dibentuk misalnya cekungan, maka dibagian ini dibentuk batas persegi dan diisi dengan beton yang sudahdipersiapkan;
  12. Untuk jenis badan jalan seperti ini di bawah beton tidak perlu menggunakan pasir;
Pembangunan Jalan Di Daerah Rawa
Pada proses pembangunan jalan desa teknik untuk membuat jalan didaerah rawa dianjurkan dengan menggunakan teknologi penggantian sebagian subbase (lapisan pondasi jalan diatas subgrade), kemudian dipasang matras galar kayu, cerucuk kayu, cerucuk dari papan atas, atau yang lain dengan memperhatikan ketinggian air minimum agar kayu selalu dalam keadaan terendam. Timbunan biasa tidak termasuk tanah lempung dengan plastisitas tinggi, tidak termasuk bahan organik, dan mempunyai CBR diatas 6%. Timbunan terpilih mempunyai CBR diatas 10% dan PI diatas 6%. Teknogi lain yang dianjurkan yaitu Tiang Turap Kayu atau Stabilisasi dengan Cerucuk.

Sastra Djingga © 2017.03.01

Standar Perencanaan Jalan Desa

Pertimbangan Drainase: 
  1. Drainase diperlukan karena air mempunyai pengaruh yang buruk untuk jalan, adalah: 
  2. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan;
  3. Jalan akan mudah terputus (pavement erosions) bila air dibiarkan melintangi permukaan jalan;
  4. Jalan menjadi rusak bila air dibiarkan mengalirdi tengah jalan;
  5. Jalan menjadi bergelombang bila fondasi jalan tidak kering;
  6. Pertimbangan yang paling sederhana dari masalah drainase, adalah:
  7. Jika jalan berada di kawasan perbukitan diusahakan mengikuti punggung bukit karena jalan yang mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami masalah drainase sebab air tidak perlu melintangi jalan. 
  8. Jalan yang dibuat pada lereng bukit harus ada galian dan timbunan, selokan pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya. 
  9. Jalan yang dibangun di lembah (cekungan) sebaiknya dihindari karena kemungkinan jalan tidak bisa dikeringkan.
Geometri Jalan:
  1. Jalan direncanakan untuk kecepatan 15 s.d. 20 km/jam, pandangan bebas harus memperhatikan keselamatan pemakai jalan, yaitu :
  2. Tikungan vertical dengan pandangan bebas 30 m;
  3. Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 m;
  4. Jari-jari tikungan minimal 10 m dan untuk tikungan tajam perkerasan dibuat dengan pelebaran dan kemiringan melintang miring ke dalam.
Tempat Persimpangan:
Pertimbangan yang harus diperhatikan adalah tempat menunggu kendaraan yang berjalan dari lain arah, tempat ini harus kelihatan dari tempat sebelumnya.

Tanjakan:
  1. Tanjakan diukur dengan rumus “jumlah meter naik per setiap seratus meter horizonta “ (10 m naik per 100 m horizontal sama dengan tanjakan 10 %);
  2. Untuk peningkatan keselamatan dan penggunaan jalan, pilih trase jalan tanjakan yang tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan maksimal dibatasi 7 %;
  3. Pada bagian pendek, tanjakan di batasi 20 %. Setelah 150 m, harus disediakan bagian datar atau menurun.
Tikungan pada Tanjakan Curam:
  1. Pada daerah perbukitan sering dijumpai pada jalan yang menanjak dengan kemiringan > 10%. Bila terdapat tikungan tajam didaerah tersebut jalan harus direncanakan sebagai berikut :
  2. Perkerasan pada tikungan diperlebar menjadi > 4 m;
  3. Tikungan dibuat pada bagian datar untuk mempermudah perjalanan bagi yang naik atau turun;
  4. Perencanaan drainase jalan dibuat sedemikian hingga saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan, dan saluran pada jalan bagian bawah dimulai dari luar bagian datar (sesudah tikungan).
Bentuk Badan Jalan:
  1. Penentuan bentuk badan jalan disarankan sebagai berikut : 
  2. Pada kondisi biasa badan jalan dibuat miring ke saluaran tepi dengan kemiringan badan jalan 4-5%.
  3. Untuk daerah relatife datar, badan jalan dibuat seperti “punggung sapi” (lebih tinggi ± 6-8 cm di bagian tengah) dengan catatan bila punggung sapi sudah terlihat dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase;
  4. Pada tikungan jalan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan maksimal 10% dan perlebaran perkerasan dibagian dalam tikungan demi keamanan dan kenyamanan;
  5. Pada jurang jalan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, hal ini demi keselamatan dan drainase.
Bentuk Badan Jalan Di Daerah Curam:
Badan jalan di daerah curam harus dibuat miring ke bukit dan saluran tepi jalan. Ukuran saluran minimum 50 cm dalam × 30 cm lebar, dengan bentuk trapesium. Kemiringan tebing maksimum 2 : 1, dengan galian atau keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Timbunan maksimal 1,50 m.

Permukaan Jalan:
Penentuan tebal lapisan batu belah disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan frekuensi lalu lintas) dan ketersediaan batu. Untuk tebal lapisan 15 cm digunakan batu belah/ pecah dengan ukuran 8/15, dan untuk ukuran batu 15/20 biasanya digunakan untuk lapisan dengan tebal 20 cm. Lapisan batu belah dapat diganti dengan lapisan sirtu (pasir & batu tebal 20 cm), terutama untuk daerah kesulitan batu dan mempunyai tanah dasar yang stabil. Batu belah/pecah harus bersifat keras dan minimal mempunyai tiga bidang pecah. Petunjuk pelaksanaan untuk perkerasan jalan, adalah:
  1. Tanah asli di bawah lapis pondasi harus dipadatkan dengan alat pemadat (mesin gilas, steamper, timbres) dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan;
  2. Lapisan podasi paling bawah adalah lapisan pasir yang berfungsi untuk memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rapi dan rata;
  3. Batu belah harus dipasang tegak lurus dengan as jalan (melintang), dengan ujung yang lebih runcing di atas agar bila terbebani tidak akan tembus lapisan pasir dasar, dan dikunci dengan batu kecil;
  4. Lapisan paling atas berupa campuran pasir dengan tanah terpilih, atau dapat terbuat dari sirtu dan atau krosok dengan tebal 2 cm, yang kemudian dipadatkan dengan mesin gilas roda besi (tandem roller).
Bahu Jalan:
Fungsi bahu jalan adalah sebagai pelindung permukaan jalan; perantara antara aliran air hujan yang ada di permukaan jalan menuju saluran tepi; tempat pemberhentian sementara. Persyaratan teknis bahu jalan sebagai berikut :
  1. Dibuat disebelah kiri dan atau kanan sepanjang jalan, dengan lebar minimum 50 cm;
  2. Harus dibuat dengan kemiringan yang lebih miring dari permukaan jalan, biasanya 6-8 cm (sama dengan turun 3-4 cm per 50 m’);
  3. Material penyusunnya seharusnya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air, sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses perembesan;
  4. Tanah pada bahu jalan harus dipadatkan;
  5. Lebih baik bila ditanami rumput ditepi luar bahu, mulai 20 cm dari tepi yang berfungsi sebagai stabilisasi tepi jalan;
  6. Penanaman pohon perdu di luar bahu (dan saluran bila ada) untuk membantu stabilitas timbunan baru.
Pemadatan Tanah:
  1. Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. 
  2. Sebelum kegiatan pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan mesin gilas, steamper, atau trimbisan. Pemadatan ini membantu menjaga stabilitas dan daya dukung atau tahan badan jalan.
  3. Proses pemadatan dilakukan pada kadar air tanah optimum yaitu tanah pada keadaan sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar.
  4. Pelaksanaan pemadatan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan setiap lapis mempunyai tebal maksimum 20 cm. Untuk daerah tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilisasi.
Perlindungan Tebing:
Cara yang digunakan untuk perlindungan tebing, adalah :
  1. Saluran Diversi digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di atas menuju tebing, agar air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi harus dibuang ke tempat yang lebih aman. Bila aliran airnya cepat, saluran diversi harus dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput atau terjunan seperti saluran lain. Saluran diversi digunakan terutama untuk tebing dengan puncak lereng masih jauh diatas tebing jalan;
  2. Teras Bangku dapat dilakukan dengan syarat lahan dapat dikorbankan untuk membentuk teras dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat sejajar dengan kontur (kemiringan maksimal 2%). Setiap 10 m panjang air diterjunkan dari saluran ke bawah, dan penerjunan harus diperkuat seperti bangunan terjun yang lain. Dimensi teras minimal adalah 50 cm lebar dan 1.00 m tinggi;
  3. Talud Batu Kosong dapat disusun pada tebing, tetapi tebing harus dikepras agar tidak tegak lurus. Aliran air dipermukaan dialihkan dari talud batu kosong melalui saluran diversi;
  4. Talud Pasangan Batu relative kuat, namun relatif mahal. Pasangan batu harus diberikan suling untuk membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung dalam suling harus diberi saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan pondasi yang tidak akan bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama sekali. Ukuran bawah pasangan batu disesuaikan dengan standar Bina Marga;
  5. Bronjong adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relatif lebih mahal. Agar posisi bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat bronjong yang paling bawah, dengan jarak pancang setiap 1 – 1½ m dan ukuran pancangan 12-15 cm. Dipancang sampai lapisan tanah keras. Kegunaan bronjong untuk menahan timbunan baru atau melindungi tebing dari aliran air;
  6. Perlakuan Vegetatif adalah cara yang relatif efektif dan murah , yaitu dengan menanami tebing dengan berbagai jenis tanaman;
Saluran Pinggir Jalan:
Saluran yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan disebelah kanan dan kiri jalan, kecuali :
  1. Jalan dibuat dipunggung bukit (bentuk Punggung Sapi);
  2. Jalan dibuat dilereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah bawah;
  3. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm;
  4. Untuk keadaan biasa dimensi saluran harus berukuran minimal 50 cm (dalam) dan 30 cm (lebar dasar), dengan lebar atas 50 cm (bentuk trapesium).
Syarat saluran pinggir jalan:
  1. Saluran dibuat sejajar dengan jalan;
  2. Dasar saluran dibuat kemiringan yang rendah untuk menghindari erosi tanah dasar saluran/plesteran dasar, namun tidak datar;
  3. Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah dibanding lapisan pasir dibawah pondasi jalan untuk proses perembesan dan pengeringan pondasi jalan;
  4. Untuk saluran yang mudah erosi, perlindungan terdiri dari perkuatan talud dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Jenis perlidungan saluran antara lain dengan menggunakan rumput (gebalan), turap, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang peka erosi;
  5. Pertimbangan untuk pemilihan tipe perlindungan saluran pinggir, adalah:
  6. Kemiringan saluran dan kecepatan air;
  7. Jenis tanah;
  8. Perubahan arah aliran pada belokan;
  9. Debit air.
Pembuangan dari Saluran dan Gorong-gorong:
Fungsi dari saluran ini adalah untuk mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang tak terkendali. Syarat teknis untuk saluran tersebut, adalah :
  1. Direncanakan untuk mengalirkan air ke sungai atau saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungan;
  2. Diawali dari gorong-gorong, saluran pinggir yang overloud dan berhenti pada sungai atau saluran besar yang ada;
  3. Ukuran saluran didesain dengan debit air terbesar, dengan ukuran minimal sama dengan ukuran saluran pinggir yang standar (50 × 30)cm;
  4. Saluran ini harus dilindungi seperti saluran-saluran lain, untuk mencegah erosi dasar dan talud saluran.
Drainase Air Tanah:
Perlakuan ini bertujuan untuk mencegah air tanah naik ke permukaan jalan sehingga jalan tetap dalam keadaan stabil dan tidak kehilangan agregat halusnya. Contoh rembesan dari air tanah yang memerlukan perencanaan darinase air tanah yaitu :
  1. Rembesan dari permukaan jalan;
  2. Rembesan dari tebing;
  3. Rembesan dari pondasi jalan;
  4. Tempat rendah (lembah/cekungan) dimana tanah asli menurun ke jalan;
  5. Terdapat kantong air di atas lapisan kedap air.
Perlakuan Vegetatif:
Cara ini sangat baik bila dikaitkan dengan fungsi konservasi seperti untuk mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi. Nilai tambah lain dari perlakuan vegetatif, yaitu :
  1. Lebih murah dibanding perlakuan sipil teknis;
  2. Dapat memiliki nilai ekonomi sebagai sumber kayu bakar dan pakan ternak;
  3. Mudah dilakukan dan terjangkau oleh masyarakat sekitar tanpa bantuan proyek;
  4. Perlakuan vegetatif pada jalan dari fungsi konservasi mempunyai dua sasaran utama yaitu mencegah erosi dan longsor.
Langkah-langkah untuk pemilihan jenis tanaman untuk perlakuan vegetatif yang bersifat konservasi, adalah:
  1. Mengumpulkan data yang bersifat informasi tentang keadaan lokasi, termasuk ketinggian tempat, jumlah curah hujan dan lama musim kemarau, jenis dan tekstur tanah, dan keasaman tanah;
  2. Mengamati jenis tumbuhan yang sudah ada di sekitar lokasi perlindungan;
  3. Mengetahui fungsi tanaman yang diperlukan untuk mengatasi masalah konservasi yang ada;
  4. Penentuan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di lokasi, berdasarkan syarat tumbuh;
  5. Mencari informasi tentang persediaan bahan tanaman untuk ditanam;
  6. Memutuskan jenis tanaman yang layak untuk lokasi tersebut, ditinjau dari aspek teknis, ekonomi, dan sosial.
Aspek yang dipertimbangkan dalam penentuan jenis tanaman, adalah:
  1. Sesuai dengan jenis tanah, iklim, tinggi tempat dan sifat perakaran;
  2. Bersifat agresif (dalam waktu pendek mampu menutup tanah seluas mungkin);
  3. Berumur panjang;
  4. Disukai ternak atau tidak;
  5. Aman bagi jalan dan pemakai jalan;
  6. Berfungsi juga dalam estetika;
  7. Bernilai ekonomis dan bermanfaat (sebagai pakan ternak atau kayu bakar, dll).
Sastra Dingga © 2017.03.01

Perencanaan Teknis Jalan Desa

Jalan desa adalah jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal di daerah pedesaan. Arti fungsi lokal daerah pedesaan, yaitu:
  1. Sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran;
  2. Sebagai penghubung hunian/perumahan;
  3. Sebagai penghubung desa ke kecamatan/kabupaten/provinsi.
Manfaat ditingkatkan atau dibangunnya jalan desa untuk masyarakat pedesaan,  adalah:
  1. Memperlancar hubungan dan komunikasi dengan tempat lain;
  2. Mempermudah pengiriman sarana produksi ke desa;
  3. Mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun yang di luar;
  4. Menigkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan baru, adalah:
  1. Trase jalan mudah untuk dibuat;
  2. Pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah;
  3. Tidak banyak bangunan tambahan (jembatan, gorong-gorong, dll);
  4. Pembebasan tanah tidak sulit.
Tidak akan merusak lingkungan dan yang perlu diperhatikan dalam peningkatan jalan lama, adalah :
  1. Lokasi memungkinkan untuk pelebaran jalan;
  2. Geometri jalan harus disesuaikan dengan syarat teknis;
  3. Tanjakan yang melewati batas harus diubah sesuai syarat teknis;
  4. Sistem drainase dan pekerjaan tanah tidak akan merusak lingkungan;
Pada petunjuk pelaksanaan pembangunan prasarana pedesaan, asas pemilihan teknologi harus memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
  1. Menggunakan tenaga kerja setempat dengan jumlah yang banyak;
  2. Mengutamakan penggunaan bahan setempat;
  3. Membangun prasarana yang sederhana, agar dapat dikerjakan oleh masyarakat setempat tanpa mendatangkan tenaga ahli atau peralatan dari luar;
  4. Membangun prasarana yang bermutu, sesuai dengan spesifikasi dan penjelasan yang ada dibuku Petunjuk Teknis;
  5. Mencari harga yang relative murah,agar dapat membangun prasarana yang lebih banyak, mengingat kebutuhan prasarana jauh diatas biaya yang tersedia;
  6. Tidak terpaku pada standar yang ada di buku petunjuk teknis, namun dapat dan berhak untuk memilih teknologi lain dengan catatan masih sesuai dengan kriteria yang ada;
  7. Larangan yang ada pada petunjuk teknis diperuntukkan untuk masalah yang dianggap kurang sesuai dengan criteria, terlalu mewah, yang diluar kemampuan. Contohnya adalah batasan-batasan dalam pengunaan jembatan beton atau permukaan aspal saja;
  8. Masukan teknis dapat diterima dari banyak sumber, baik internal maupun eksternal;
  9. Pembangunan jalan didaerah pedesaan selain perlu memperhatikan aspek teknis konstruksi jalan, juga perlu memperhatikan aspek konservasi tanah mengingat kondisi wilayah dengan topografi yang berbukit dan tanah yang peka erosi.
Dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit erosi tanah yang berasal dari jalan, khususnya berupa longsoran dari tampingan dan tebing jalan. Tujuan dari pengendalian erosi pada jalan adalah untuk mengamankan jalan dan membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi.

Pemilihan trase jalan untuk mengurangi masalah lingkungan perlu dilakukan misalnya dengan mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Alasanya karena tidak mungkin di daerah perbukitan menghilangkan masalah erosi dengan pemilihan trase (misal dengan pemindahan trase atau mengurangi tanjakan).

Contoh solusi untuk kawasan perbukitan dalam hal pengendalian erosi misalnya dengan pembangunan tembok penahan tanah dan bronjong atau penanaman bahan-bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi alur kecil (erosi percik).

Sastra Djingga © 2017.03.01

20 Cara Meningkatkan Kualitas Pekerjaan Fisik di Desa

Fasilitator Teknis Desa dalam melaksanakan tugas mendampingi masyarakat harus mengutamakan kualitas bukan kuantitas, sehingga hasil pekerjaan dapat dimanfaatkan dan difungsikan oleh masyarakat secara berkelanjutan. Maka fasilitator harus memperhatikan dan menerapkan beberapa cara untuk menjaga kualitas hasil pelaksanaan pekerjaan fisik yang dikerjakan oleh masyarakat desa secara partisipatif, sehingga sarana maupun prasarana yang telah dibangun memilikI umur yang cukup panjang dan mudah dalam pemeliharaannya. 

Cara untuk meningkatkan kualitas tersebut terdiri dari 20 cara untuk meningkatkan kualitas yang harus dilakukan oleh seorang fasilitator, adalah sebagai berikut:

Targetkan kualitas, bukan kuantitas: Kebiasaan di desa adalah mengejar target fisik, karena dianggap PPK sebagai kesempatan yang jarang terjadi dan kapan lagi bisa membangun prasarana itu yang dibutuhkan. Di pemerintah pun sudah biasa mengejar target yang telah ditetapkan. Dalam pembicaraan dengan masyarakat, aparat desa dan pihak-pihak terkait lainnya, fasilitator dapat mengatur pembicaraan, supaya tidak memberi kesan mengejar target fisik.

Tegas dari awal: Pengawas berkecenderungan untuk membiarkan pekerjaan yang kurang baik pada awal konstruksi, tetapi hal ini akan mempersulit usaha untuk meningkatkan kualitas. Sangat sulit untuk meningkatkan kualitas di tengah program. Lebih baik untuk mulai dengan sangat ketat.

Manfaatkan musim kemarau: Sebagian besar prasarana di desa lebih mudah dibangun pada musim kemarau. Pengangkutan bahan dan alat lebih mudah jika belum hujan. Pemadatan tanah tidak mungkin bila tanah sudah terlalu basah. Petani juga ingin bercocok tanam kalau hujan sudah turun, sehingga sering kesulitan dalam hal pengerahan tenaga kerja.

Mulai dengan penyuluhan: Sebelum kegiatan dimulai di desa, dimulai dengan penyuluhan kepada seluruh masyarakat yang akan terlibat dalam pelaksanaan. Isi penyuluhan menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan peraturan program, prinsip kualitas dan transparan, peranan Tim Pengelola Kagiatan, dan langkah-langkah dalam pelaksanaan.

Pelatihan dan pembimbingan secara terus menerus: Karena tenaga kerja yang ada di desa masih banyak yang kurang terampil dan Tim Pengelola Kegiatan belum memiliki keterampilan dalam pengelolaan pembangunan prasarana, maka perlu diadakan kegiatan pelatihan secara terus menerus oleh fasilitator maupun aparat pemerintah daerah setempat. 

Pemeriksaan desain: Sebagian masalah lapangan dapat diantisipasi dan diperbaiki kalau Desain dan Rencana Anggaran Biaya harus diperiksa sebelum dimasukkan pada surat penetapan. Ada beberapa hal yang perlu diperiksa oleh fasilitator yang lebih senior, termasuk kejelasan dan kelengkapan gambar, perhitungan volume, kewajaran harga, dan penggunaan alat berat.

Gunakan sistem trial: Sistem trial adalah cara yang dapat digunakan untuk melatih masyarakat sambil meningkatkan kualitas konstruksi. Dalam pelaksanaan sistem trial contoh harus betul-betul dibuat dengan kualitas yang memenuhi segala persyaratan teknis, karena contoh merupakan batas maksimal kualitas yang akan dikejar oleh masyarakat.

Membeli alat-alat yang bermutu: Penghematan biaya untuk peralatan sering menjadi penghematan yang palsu, karena mempengaruhi produktivitas dan kualitas konstruksi. Fasilitator harus mendorong Tim Pengelola Kegiatan untuk beli peralatan yang mutunya lebih tinggi, agar tahan lama dan memudahkan pelaksanaan. 

Ketat dalam penerimaan bahan: Tim “Checker” harus dilatih supaya dapat menentukan bahan yang memenuhi spesifikasi, dan mereka harus dibimbing supaya berani menolak bahan yang tidak sesuai mutu atau volumenya. Pemasok sering mengirim bahan pada waktu fasilitator tidak ada di tempat, dan mencoba menipu masyarakat jika checker tidak mampu.

Melakukan sertifikasi: Sertifikasi adalah cara yang dapat digunakan oleh fasilitator untuk mendorong masyarakat dalam hal peningkatan kualitas. Pada prinsipnya, tiap pekerjaan dinilai. Pekerjaan yang dinilai sesuai dapat dibayar langsung, tetapi pekerjaan yang kurang baik harus diperbaiki dulu. Kemajuan fisik didasarkan pekerjaan yang sudah selesai dan dinilai layak untuk dibayar. Pada papan informasi ditempelkan grafik kemajuan fisik sesuai dengan hasil sertifikasi. 

Mengembangkan kader teknis: Kader teknis dipilih oleh masyarakat untuk membantu fasilitator secara penuh di lapangan. Kader teknis adalah seorang pemuda yang berbakat teknis dan administrasi dan ingin belajar, selain mengikuti tiap jenis pelatihan yang ada di desa. Dia dapat membantu fasilitator, seperti: mengumpulkan data untuk laporan, mencatat semua permasalahan yang terjadi selama dalam pelaksanaan. 

Segera laporkan masalah: Di setiap desa masalah pasti akan timbul. Masalah-masalah tersebut perlu dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait supaya mereka dapat memperhatikan desa yang ada masalah pada waktu mereka berkunjung ke desa. Mereka dapat memberi masukan yang membantu fasilitator dan Tim Pengelola Kegiatan, walaupun mereka mampu menyelesaikan masalah sendiri. Diharapkan tidak ada masalah yang baru muncul pada waktu ada kunjungan resmi, karena masalah tersebut seharusnya sudah ditangani fasilitator yang sudah ada di lapangan. 

Pemeriksaan kualitas fisik: Terdapat banyak macam formulir untuk membantu seluruh pelaku dalam melaksanakan pekerjaan fisik, termasuk unsur pemerintahan, fasilitator dan pemeriksa dari instansi terkait yang melakukan audit.

Orang lapangan harus pegang gambar: Bagaimana orang dapat membangun sesuatu sesuai desain jika gambar desain disembunyikan? Gambar desain harus ada di lapangan sebagai pegangan para pelaku, dan pada saat kegiatan selesai disimpan di kantor desa. Tidak banyak bermanfaat bila disimpan di lemari selama pelaksanaan. Jika ada perubahan, dicatat langsung di gambar desain.

Pelaku harus segera membuat berita acara revisi bila ada perubahan: Perubahan adalah sesuatu yang sangat biasa dan wajar, tetapi perlu didokumentasikan agar dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif. Pembuatan dokumen seharusnya dilakukan sebelum perubahan dijalankan di lapangan.

Pengeluaran langsung dicatat dalam buku kas: Pekerjaan dapat dikelola dengan baik jika pengeluaran dana dikendalikan dengan baik, dan pengendaliannya mulai dari pencatatan seluruh penerimaan dan pengeluaran dana di buku kas. Dengan mudah, pengelola dapat melihat sisa dana yang masih ada dan berapa jumlah dana yang dipakai untuk segala transaksi. Jika tidak dibukukan dengan cepat, seperti terbang pada saat kabut tebal. Tidak tahu akan menabrak gunung atau tidak, dan bendahara tidak tahu akan kehabisan dana.

Penggunaan alat berat harus rasional: Rasional dalam kasus ini berarti penggunaan alat berat dapat dipertanggungjawabkan – ada dasar perhitungan jam pemakaian dan biaya, secara teknis jelas alat berat betul-betul diperlukan dan wajar, dan masyarakat tidak keberatan bila dana dipakai untuk biaya alat barat, daripada dipadatkaryakan. Contoh: Untuk kegiatan seperti penggilasan permukaan jalan, harus menghitung kebutuhan alat, dan mengatur penggunaan di beberapa lokasi untuk mengoptimalkan dana mobilisasi alat.

Patok harus dipasang dan dimanfaatkan: Patok dipasang untuk membantu orang membangun suatu prasarana sesuai dengan rencana. Dimensi tidak berubah, rute tidak berpindah-pindah. Apalagi untuk bangunan seperti fondasi jembatan dan sebagainya, dimana toleransi perubahan dimensi sangat kecil.

Hal yang disupervisi bergantung pada sistem pembayaran: Kalau tenaga kerja dibayar dengan sistem harian, produktivitas harus diawasi dengan baik, karena kerja keras atau kerja malas-malasan pekerja dibayar upah yang sama. Kalau tenaga kerja dibayar dengan sistem upah borong, kualitas harus diawasi dengan baik, karena pembayaran hanya tergantung pencapaian target, bagaimana pun kualitasnya.

Hukum teknis tidak boleh dikompromikan: Kekuatan beton, misalnya, merupakan faktor terpenting dalam desain jembatan beton. Tidak boleh ada plat ditipiskan, atau rasio campuran diperlunak, atau tulangan besi diperjarang atau diperkecil. Hal itu akan mengakibatkan suatu malapetaka. Orang awam mungkin akan minta hukum teknis dikompromikan untuk mengatasi masalah kekurangan anggaran proyek. Ada hal yang dapat dikompromikan dan ada yang tidak dapat dikompromikan, dan perencana paupun Tim Pengelola Kegiatan harus mampu membedakannya.

Sastra Djingga © 2017.03.01

Persyaratan Manjadi Fasilitator Teknis Desa

Salah satu permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di desa, adalah lemahnya kemampuan dari Fasilitator Teknis di desa dalam mendampingi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor seperti: Fasilitator Teknis belum memiliki pengalaman dalam perencanaan maupun pelaksanaan teknis termasuk kemampuan dalam melakukan fasilitasi atau pendampingan kepada masyarakat di desa. Akibatnya banyak kegiatan perencanaan maupun pelaksanaan pekerjaan sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan teknis termasuk pemeliharannya. 

Ada sepuluh hal yang perlu dipersiapkan oleh seorang Fasilitator Teknis Desa dalam melaksanakan tugasnya agar sasaran program dapat tercapai, antara lain sebagai berikut : 

Fasilitor Teknis harus menguasai lima aspek pekerjaan di lapangan:
   1. Desain teknis prasarana;
   2. Metode konstruksi prasarana di lapangan;
   3. Cara bekerja sama dengan masyarakat;
   4. Administrasi proyek;
   5. Cara meningkatkan kapasitas masyarakat.

Fasilitator Teknis harus memiliki lima kemampuan pribadi:
   1. Bisa tampil di depan umum;
   2. Bisa memimpin pertemuan;
   3. Bisa memecahan masalah;
   4. Berdisiplin;
   5. Bisa menulis dengan jelas dan benar.

Sastra Djingga © 2017.03.01

Kode Etik Fasilitator Teknik Desa

Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggungjawab, Fasilitator Teknik yang bertugas di desa dilarang keras, untuk:

  1. Mengambil keputusan, melakukan negosiasi, melakukan kompromi, memberi saran, atau melakukan tindakan apapun yang merugikan masyarakat;
  2. Menerima apapun dengan tujuan: Bertindak sebagai supplier bahan dan alat, menunjuk salah satu supplier atau bertindak sebagai perantara; Bertindak sebagai juru bayar atau merekayasa pembayaran, atau administrasi atas nama Tim Pengelola Kegiatan maupun Kelompok Masyarakat.
  3. Membantu atau menyalahgunakan dana program atau masyarakat untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok;
  4. Meminjam dana program atau masyarakat dengan alasan apapun, baik atas nama pribadi, keluarga maupun kelompok;
  5. Memalsukan arsip, tanda tangan, atau laporan yang merugikan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung;
  6. Dengan sengaja mengurangi kualitas maupun kuantitas pekerjaan;
  7. Dengan sengaja atau tidak sengaja membiarkan, tidak melaporkan atau menutupi proses penyimpangan yang terjadi.

Sastra Djingga © 2017.03.01
loading...